Sejarah Masuknya kekristenan ke Indonesia

Posted by the past | Posted in | Posted on

0

Ada sebuah tulisan menarik yang dibuat oleh Dr. Th. Van den End, tentang sejarah perkembangan kritenisasi di Nusantara yang oleh penulis disebut sebagai Kegiatan Misi di Indonesia. Berikut Tulisan yang diposting dalam http://www.geocities.com/toelehoe/vandenend210305.htm.

MASA PERSIAPAN

Babak pertama: kegiatan Missi di Indonesia, 1522-1677

Oleh: Dr. Th. van den End

Keadaan di Indonesia Sekitar Tahun 1500

Sekitar tahun 1500 belum ada kesatuan politis bernama ”Indonesia”. Pada zaman itu, wilayah negara Indonesia yang sekarang masih merupakan sebagian dunia pulau-pulau, Kepulauan Nusantara, yang terletak antara daratan Asia dan benua Australia. Di dunia ini berbagai kerajaan muncul dan tenggelam lagi. Dengan kekecualian beberapa daerah terpencil saja, kerajaan-kerajaan ini berhubungan dengan dunia luas lewat jalur-jalur perdagangan. Barang-barang ekspor yang terkenal ialah lada dari Aceh, dan cengkih serta pala dari Maluku Utara. Lewat serangkaian pelabuhan di Asia Tenggara, India, dan Timur Tengah, rempah-rempah itu diangkut ke Eropa. Lewat jalur itu juga masuklah gagasan-gagasan baru dan teknologi baru.

Sejak awal tarikh Masehi, agama Hindu dan Buddha, yang datang dari India, mempunyai pengaruh besar, khususnya di Sumatera dan Jawa. Tetapi, di daerah lain pola hidup masih ditentukan oleh agama tradisional suku-suku Melayu-Polinesia. Mulai tahun 1300, agama Islam, yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari India Barat, memperoleh kedudukan yang semakin kuat. Agama itu masuk lebih dahulu ke Aceh, dan dari sana meluas ke selatan dan timur. Sekitar tahun 1525 seluruh pantai utara dan sebagian besar pedalaman Pulau Jawa sudah dikuasai oleh raja-raja Islam. Agama Islam tertanam juga di pesisir Sumatera dan sebagian Kalimantan. Tetapi keadaan alam kedua pulau besar ini menyebabkan baru dalam abad ke-19 agama tersebut dapat masuk di pedalaman. Dari Jawa, Islam melompat ke Maluku dan ke Mindanao Selatan dengan melewatkan Pulau Sulawesi (Makasar baru masuk Islam tahun 1605).
Karena Missi Katolik dan di kemudian hari Gereja Protestan paling berkembang di Indonesia Timur, keadaan di sana, khususnya di Maluku, hendak digambarkan lebih terinci. Wilayah Maluku terpecah belah dari sudut etnis, politis, dan religius. Penduduknya termasuk pelbagai suku, yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri. Di kawasan Maluku Utara terdapat beberapa kerajaan, antara lain Ternate dan Tidore. Di bagian lain Maluku tiap-tiap kampung berdiri sendiri, tetapi pengaruh Ternate dan Tidore semakin meluas. Mulai dari paroan kedua abad ke-15, sebagian orang Maluku menerima agama Islam, khususnya para raja di utara, yang kemudian menyandang gelar sultan, dan penduduk jazirah Hitu di Pulau Ambon. Tetapi sebagian lagi berpegang pada agama suku, antara lain sebagian besar penduduk Halmahera dan kampung-kampung di jazirah Leitimor. Akhirnya perlu disebut bahwa penduduk Maluku terbagi menurut pola dualistis, yang mempertentangkan golongan Patasiwa dan Patalima. Ternate termasuk kaum Patalima, Tidore kaum Patasiwa. Keadaan ini melahirkan peperangan terus-menerus. Di tengah dunia yang bergejolak ini, orang Portugis yang masuk pada awal abad ke-16 hanya merupakan satu kekuatan di tengah begitu banyak kekuatan lain; mereka tidak dapat menentukan sendiri haluan yang hendak mereka tempuh, tetapi lebih banyak harus bereaksi terhadap aksi pihak lain.

Masuknya Agama Kristen
Permulaan sejarah agama Kristen di Indonesia tidak sama dengan permulaan sejarah Gereja Protestan. Pada tahun 1605 agama Kristen sudah tidak lagi merupakan barang asing di Kepulauan Nusantara. Mungkin sekali pedagang-pedagang Kristen dari Khalifat Arab atau dari India Selatan menginjakkan kaki di Indonesia mulai dari abad ke-7 atau ke-8 M. Pada tahun 1323-1324 seorang anggota Ordo Fransiskan, Oderico de Pordenone, mengunjungi Kalimantan, istana Majapahit, dan Sumatera. Dua puluh tahun kemudian seorang utusan Sri Paus bertemu dengan sejumlah orang Kristen di Sumatera. Akan tetapi, pada zaman ini agama Kristen belum berakar di bumi Indonesia. Jemaat-jemaat yang mungkin ada tidak meninggalkan bekas, dan bagaimanapun hanya terdiri atas pendatang.
Sebaliknya, perluasan agama Kristen yang berlangsung dalam abad ke-16 meletakkan dasar gereja yang berdiri hingga sekarang. Sekitar tahun 1500 missi Katolik Roma masuk berbarengan dengan prajurit dan pedagang Portugis dan Spanyol. Pada zaman itu orang Spanyol dan Portugal baru saja berhasil mengusir penguasa Arab dari Eropa, tetapi kerajaan-kerajaan Islam di Afrika Utara tetap merupakan ancaman bagi keamanan Eropa Selatan. Pada waktu itu juga orang Turki melancarkan serangan yang hebat atas nama Islam di Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan negara-negara Kristen di semenanjung Balkan dan pada tahun 1529 malah menyerbu negeri Jerman. Orang Eropa merasa terkepung, dan berupaya melakukan serangan balasan dengan cara bergerak melingkar. Dengan cara itu mereka berharap juga mendapat akses langsung ke daerah-daerah asal barang-barang mewah yang selama itu mencapai Eropa lewat pengantara di Hindia dan Mesir atau Turki. Maka mereka menjelajahi lautan mencari jalan ke ”Hindia”, yang terletak di belakang kubu Turki. Bagi mereka, Hindia itu negeri dongeng, sumber kekayaan yang tidak terbayangkan. Sambil berlayar ke arah barat, orang Spanyol menemukan Amerika, yang mula-mula mereka sangka adalah ”Hindia” (sehingga penduduk asli disebut ”Indian”). Beberapa tahun kemudian, orang Portugis berhasil mencapai ”Hindia” yang sebenarnya, yaitu kawasan Lautan Hindia, dan segera memulai perang militer dan ekonomis melawan orang Islam di sana, yang mereka pandang sebagi sekutu orang Turki. Mereka tidak cukup kuat untuk menjajah wilayah yang luas, tetapi hanya merebut atau mendirikan serangkaian benteng di sepanjang jalur perdagangan yang terbentang dari India hingga Indonesia Timur dan Tiongkok. Benteng-benteng utama ialah Goa (di pantai barat India), Malaka (di wilayah Malaysia sekarang), Ternate dan Solor (lepas pantai Flores), serta Macao (lepas pantai Cina). Dari pangkalan mereka di Amerika, orang Spanyol menjajah dan mengkristenkan wilayah Filipina Utara dan Tengah. Di kemudian hari, pengaruh mereka meluas ke pulau-pulau Sangihe dan Maluku Utara.

Jelas bahwa dalam kegiatan orang Eropa di Indonesia, khususnya orang Portugis, motif agama, motif militer, dan motif perdagangan terjalin. Maka benteng-benteng mereka mempunyai fungsi rangkap. Di dalamnya terdapat tangsi militer, gudang untuk barang dagangan, dan sebuah gedung gereja. Para imam melayani para prajurit dan saudagar di dalam benteng. Adakalanya mereka juga keluar untuk membawa agama Kristen kepada orang pribumi yang tinggal sekitar benteng itu. Tetapi pada umumnya penyebaran Injil tidak menjadi tujuan utama mereka. Kata salah seorang pejabat tinggi Portugis dari zaman itu: ”Mereka datang dengan salib di satu tangan dan dengan pedang di tangan lain. Tetapi ketika mereka menemukan kekayaan, mereka segera mengesampingkan salib dan mengisi kantong mereka”. Kelompok yang paling aktif menjalankan karya missi ialah kaum rohaniwan anggota ordo, khususnya anggota Serikat Yesus (SJ) yang bekerja di Asia sejak tahun 1540-an. Di samping mereka, Ordo Fransiskan dan Ordo Dominikan juga perlu disebut.

Agama Kristen menyebar juga ke Sulawesi Utara dan Kepulauan Sangihe. Pada tahun 1563 Raja Manado dan sejumlah rakyatnya dibaptis. Raja Siau kebetulan sedang berkunjung ke sana dan ikut dibaptis; penduduk Pulau Siau sendiri menyusul beberapa tahun kemudian. Tetapi karena orang Portugis semakin terdesak oleh Ternate, benih ini tidak dapat dipelihara. Baru dalam abad ke-17, ketika orang Spanyol dari Filipina memperluas pengaruh mereka ke kawasan ini, berhasil dibentuk jemaat-jemaat yang agak mantap.

Agama Kristen juga tersebar di satu wilayah yang terletak di luar lingkungan pengaruh Sultan Ternate, yaitu di Nusa Tenggara Timur. Daerah ini penting bagi para pedagang Portugis karena menghasilkan kayu cendana, yang sangat laku di India dan Tiongkok. Pada tahun 1556 lima ribu orang dibaptis di Pulau Timor. Lahirlah jemaat-jemaat Kristen di Flores dan di beberapa pulau lain. Di sini Ordo Dominikan yang aktif. Mereka mendirikan semacam negara religius, dengan pusat di Pulau Solor. Benteng di Solor pun merekalah yang membangunnya. Di daerah ini juga kelompok Kristen terlibat dalam peperangan dan sering diserang oleh kekuatan dari luar. Tetapi mereka bertahan dan bertumbuh menjadi semacam daerah kantong Portugis di Asia Tenggara.
Dengan demikian, penyebaran agama Kristen dalam abad ke-16 merupakan awal sejarah agama itu di Indonesia. Kita menyebut beberapa cirinya. (1) Agama Kristen tidak dipaksakan kepada orang Indonesia, tetapi diterima oleh mereka berdasarkan berbagai pertimbangan politis, ekonomis, etnologis, militer. (2) Maka penyebaran agama Kristen tidak merupakan fenomena religius semata, tetapi terjalin dengan berbagai faktor lain. (3) Titik berat jemaah Kristen terdapat di Indonesia Timur. (4) Bagi penganutnya, agama Kristen bukan unsur asing, melainkan milik sendiri. Agama dan budaya asli serta agama yang baru berpadu menjadi identitas baru. (5) Orang Kristen bersedia mempertahankan dan membela identitas mereka yang baru itu terhadap segala musuhnya. Zaman itu pun menghasilkan saksi iman yang bersedia mati karena imannya.

Comments (0)

Posting Komentar