Sejarah Pasar Surakarta

Posted by the past | Posted in | Posted on

0


Secara praktis, pada periode awal kemerdekaan itu belum terdapat agenda ekonomi yang secara sistematis dijalankan. Meskipun demikian, terdapat beberapa langkah ekonomi yang mendesak untuk dilakukan. Langkah pertama adalah Pemerintah segera mengambil alih fasilitas umum dari pihak Jepang seperti transportasi, listrik, perkebunan, logistik dan pertambangan. Sebagian besar fasilitas umum tersebut dalam kondisi rusak parah, maka upaya perbaikan infrastruktur ekonomi menjadi sangat penting (Sutter, 1959: 293-314).

Sejak awal kemerdekaan di Surakarta tercatat jalan yang rusak seluas 434,500 m2 atau sekitar 56% dari keseluruhan jalan, hingga akhir tahun 1952 sudah dapat diperbaiki seluas 255, 300 m2 atau 35%. Sebagai akibat perang, sebagian besar jembatan juga mengalami kerusahakan. Maka pada tahun 1952 terdapat 11 jembatan yang diperbaiki yaitu Kleco, Bajan, Kalangan, Tanjunganom, Mijipinilihan Wetan, Mijipinilihan Kulon, Brojo, Gambiran, Gondang, Nusukan dan Belik.

Selain itu, pada masa ini juga dilakukan pembuatan beberapa los pasar yaitu Pasar Penumping, Pasar Purwosari dan Pasar Cengklik. Sementara pasar tradisional semakin ditingkatkan fungsinya sebagai penggerak ekonomi. Pada masa awal kemerdekaan, Surakarta sudah mempunyai 25 pasar dengan luas total 24.617,70 m2.

Beberapa pasar yang besar di antaranya adalah Pasar Gede (Hardjonegoro) (6.120 m2), Pasar Legi (4.100 m2), Pasar Singosaren (2.773 m2), Pasar Gading (1.746 m2), Pasar Windudjeran (1.253 m2), Pasar Ngapeman (1.123 m2), Pasar Kabangan (674m2) Pasar Ngemplak (37m2) dan Gilingan (27m2) (Mulyadi, et. al, 1999: 61).
Sekilas Sejarah pasar-pasar:

1.Pasar Gede merupakan pasar besar yang berada di pusat kota. Pada tahun 1927 Pasar Gede direhabilitasi menjadi lantai dua yang kemudian diberi nama Pasar Gede Harjanagara. Pada waktu pembukaan pasar dirayakan secara besar-besaran.
2.Pasar Legi berada di wilayah Mangkunegaran. Sesuai dengan namanya, pasar ini ramai pada hari pasaran Legi. Banyak pedagang berdatangan dari desa-desa. Pada tahun 1936 atau masa kekuasaan Mangkunegaran VII (1916-1944 pasar direnovasi secara moderen.
3.Pasar Pon berada di wilayah Mangkunegaran. Pada zaman dulu pasar tersebut ramai pedagang setiap pasaran Pon. Sejak tahun 1929 berubah menjadi pertokoan dan kios-kios kecil berjualan kelontong dan terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran. Pasar akan lebih ramai pada waktu sore sampai malam, para pedagang kebanyakan adalah pengusaha Tionghoa.
4.Pasar Kliwon pada mulanya adalah pasar hewan, khususnya jual beli kambing. Terletak di perkampungan orang-orang Arab.
5.Pasar Kembang adalah pasar tempat jual beli bunga untuk sesaji, seperti bunga setaman, bunga boreh, bunga warna-warni untuk upacara tradisional dann untuk pemakaman.
6.Pasar Klewer pada awalnya dinamakan pasar Slompretan. Letaknya di sebelah selatan alun-alun utara, sebelah selatan Masjid Agung. Dahulu tempat itu dipergunakan untuk menyimpan dan berhentinya kereta. Pada pendudukan Jepang, tempat itu dipergunakan untuk berdagang bagi kalangan miskin yang tidak punya tempat berjualan. Para pedagang menawarkan dagangannya dengan disampirkan di bahu, sehingga tampak berkeleweran di pinggir jalan, maka pasar ini disebut Pasar Klewer.(Sumber: Soedarmono, 2006: 50-51)

Comments (0)

Posting Komentar